http://i1113.photobucket.com/albums/k514/S4NDMOTION/matrix_red_inner.gif

Sabtu, 13 Desember 2014

jurnalisme sastra

Diposting oleh Aiko aL-Insany di 20.33 0 komentar
Jurnalisme Sastra  adalah jenis tulisan jurnalistik  yang tekhnik dan gaya penulisannya menggunakan cara yang biasa dipakai dalam karya sastra, misalnya seperti dalam cerpen  atau novel.  Jurnalistik sastra menyajikan jurnalisme yang lebih menarik dibaca, menyentuh emosi pembaca, dan memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai daerah atau tokoh tertentu. Kemunculan jurnalisme sastra ditandai dengan dimulainya gerakan New Journalisem di Amerika Serikat. Gerakan ini populer di Amerika Serikat pada tahun 1960 sampai 1970-an. Tulisan-tulisan bercorak jurnalistik sastra mudah ditemukan di media daring, koran dan majalah

Perkembangan Jurnalisme Sastra

Jurnalisme sastra memang berbentuk seperti fiksi, namun tidak termasuk ke dalam kelompok fiksi. Jurnalisme sastra muncul sebagai bagian dari gerakan New Journalism yang dicetuskan oleh Tom Wolfe. Namun, pada tahun 1700 sebenarnya sudah muncul esai-esai naratif yang ditulis oleh penulis seperti Ernest Hemingway, A.J Liebing dan Joseph Mitchell.  Baru pada tahun 1970 sampai 1980-an istilah jurnalisme sastra berkembang dalam masyarakat. Pelopornya adalah John McPhee, Richard Rhodhes, Mark Singer, dan beberapa tokoh lain. Jurnalisme sastra masuk ke dalam bermacam wilayah penulisan, seperti pariwisata, memoar, esai-esai historis dan etnografis, bahkan berita-berita mengenai peristiwa nyata. Sebenarnya adanya gaya penulisan sastra dalam tulisan membuat sebuah laporan menjadi janggal. Akan tetapi, jurnalisme sastra menjadi sarana penolakan terhadap jurnalisme lama. Memang jurnalisme sastra pada akhirnya berbentuk mirip fiksi, namun jurnalisme sastra tidak dapat dikatakan fiksi. Jurnalisme sastra tetap harus menjaga akurasi fakta dalam penulisannya. Jurnalisme sastra akan menghasilkan tulisan yang personal dan cenderung subjektif, akan tetapi kenyataan tulisan harus seusai dengan realita peristiwa.

Istilah Jurnalisme Sastra di Indonesia

Istilah jurnalisme sastra dalam bahasa Indonesia adalah terjemahan dari istilah literary journalism (Inggris). Jurnalisme artinya pekerjaan mengumpukan, menulis, dan menyunting berita atau kewartawanan. Istilah yang juga sering digunakan adalah jurnalistik sastra. Istilah yang salah namun sering dipakai adalah jurnalisme sastrawi. Istilah jurnalisme sastra secara kaidah bahasa baku menerangkan diterangkan tidak tepat karena keduanya kata sifat.

Ciri-ciri Jurnalisme Sastra

Jurnalisme sastra yang mengikuti gerakan New Journalism mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Bentuk tulisan adalah rangkaian adegan yang dilengkapi dengan latar dan alur cerita.
  2. Ada reproduksi dialog secara langsung.
  3. Narasi menggunakan sudut pandang salah satu tokoh.
  4. Ada penjelasan detail mengenai penampilan tokoh atau latar.
Sekalipun jurnalisme sastra berbentuk mirip fiksi, perlu tetap diperhatikan bahwa penulisannya tetap didasarkan pada bahasa baku. Bagaimanapun juga jurnalisme sastra tetap menjadi bagian dari jurnalistik.

kode etik jurnalistik

Diposting oleh Aiko aL-Insany di 20.23 0 komentar
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.


Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.


 

sweety GirL's Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei